Senin, 22 November 2010

Dream Home




Sebuah harapan yang serius mampu memacu seseorang untuk lebih giat dalam mewujudkan kenyataan. Harapan semenjak kecil dari Cheng Li-sheung (Josie Ho), untuk mempunyai apartemen dengan pemandangan laut, tak lama lagi akan segera terrealisasikan. Ia adalah gadis muda hongkong yang bekerja menjadi karyawati bank, yang menabung sejak kecil agar keluarganya bisa pindah ke tempat yang lebih layak. 
Selain menjadi karyawati bank, ia juga adalah seorang simpanan pria yang sudah beristri. Ia hanya butuh uang dengan melakukan pekerjaan yang dirasa normal untuk dirinya, agar bisa membeli apartemen yang ia idam-idamkannya semenjak belia itu. 

Sial bagi Cheng, saat dirasa sudah cukup untuk membeli apartemen tersebut, perekonomian Hongkong bergejolak tak stabil dan mempengaruhi semuanya termasuk harga apartemen yang menjadi sangat melambung. Cheng menjadi linglung dan bingung, impian didepan matanya menjauh. Apalagi ayahnya juga membutuhkan dana untuk operasi. Hal ini membuatnya amat sangat kecewa.



Semua hal itu tak memudarkan keinginan Cheng untuk mewujudkan impiannya. Ia memakai rencana lain yang ia rasa jitu dan ampuh. Akhirnya, ia memutuskan untuk melakukan pembunuhan berantai yang kejam dan tak kenal ampun untuk mendapatkan apartemen tersebut. Untuk menurunkan nilai jual apartemen. Siapa yang mau ambil resiko tinggal disekitaran tempat bekas pembunuhan sadis dan berkuantitas?

Alur cerita dalam film ini juga apik dalam besutan Ho Cheung Pang. Alur maju mundur untuk menjelaskan yang apa yang terjadi dahulu dan dikaitkan dengan masa kini. Rangkaian pembunuhannya juga sukses membuat saya ngilu, seperti pertemuan mata cutter dengan kulit leher, dalam sekejap gugurnya kandungan seorang ibu, patahnya tulang leher akibat dagu terantuk meja, dan lain sebagainya. Arus darah seakan tak bisa dibendung lantaran sadisnya pembantaian yang sama sekali tak pantas dilakukan oleh gadis cantik nan lugu. Mungkin bagi yang tak terbiasa atau anti melihat disturbing scene, sebaiknya menghindari film ini. Kita juga diajak berlimbung ria antara mendukung perbuatan Cheng atau menyerapahinya. Disatu sisi ia adalah pelaku sadisme tak berperikemanusiaan, disisi lainnya kita merasa iba dengan orang berekonomi pas-pasan untuk mewujudkan harapan.








Bagi para film maker di Indonesia, mungkin menurut saya akan menarik bila kisah "Ryan Jombang The Serial Killer" diangkat. Dan, bagi para pengusaha properti seperti apartemen atau hunian lainnya, berhati-hatilah!



9,0/10




Kamis, 18 November 2010

Rammbock



 

Bila seseorang masih dikuasai rasa sayang, mungkin juga cinta, apalagi ditambah perasaan rindu, tentu saja ia bakal sulit melupakan orang yang dikasihinya tersebut. Apalagi bila ia mempunyai banyak kenangan indah dengan orang itu, dan masih berhubungan dengan baik walau kini keduanya telah berpisah. Melakukan apa saja sangat mungkin dilakukan karena memang rasa itu belum sepenuhnya pudar dari hati yang terdalam.

Itulah perasaan yang dirasakan Michi (Michael Fuith) kepada Gabi (Anka Graczyk). Michi rela berangkat dari Vienna ke Berlin untuk mengembalikan kunci apartemen milik mantan pacarnya tersebut. Ia datang tidak bilang-bilang karena ingin membuat surprise kepada Gabi. Setelah sampai di apartemen, alih-alih menemukan Gabi, ia malah melihat tukang reparasi ledeng yang dari tadi mengerang-ngerang tak jelas. Pertanyaan Michi tentang kemana perginya Gabi sama sekali tak diindahkan. Lalu datanglah teman si tukang, yaitu Harper (Theo Trebs) yang juga bingung melihat temannya mengerang aneh. Tiba-tiba, mata tukang reparasi itu memutih dan mulutnya mengeluarkan busa. Ia menyerang ganas Michi dan Harper yang tak tahu-menahu. Mereka berdua sanggup memancing tukang ledeng tersebut keluar kamar dan segera mengunci pintu. Michi yang masih dalam keadaan bingung melihat kebawah dari jendela apartemen, menyaksikkan orang berkejar-kejaran dan menggigit. Manusia memburu manusia. Tepatnya, manusia liar dan ganas memburu manusia normal. Berita-berita ditelevisi dan radio juga sudah ramai untuk memberitahukan agar penduduk hati-hati dan tak keluar rumah. Berlin terjangkit virus.





Orang-orang yang masih selamat dalam kamar apartemen berkomunikasi satu sama lain lewat jendela. Michi dan Harper yang masih bertahan pun merasakan lapar sekaligus panik karena para zombie berada diluar kamar hanya ditahan dengan pintu ditambah lemari. Mereka berencana pindah ke kamar sebelah dengan cara membobol tembok dengan alat yang mereka buat seadanya. Cara mereka berhasil dan menutup bekas jebolan dengan lemari televisi. Bukan sesuatu berguna yang mereka dapati, malah mereka harus menghadapi seorang nenek yang menjelang berubah menjadi zombie. Hanya sebentar saja, nenek itu  langsung menyerang dan menyudutkan mereka sampai dapur. Sialnya, zombie-zombie yang tadi berada diluar pintu kamar Gabi juga berhasil masuk kamar mereka yang sekarang lewat jebolan, mengepung mereka di dapur kecil dengan pintu yang rapuh. Pintu berhasil didobrak oleh para zombie, Michi kabur ke loteng dan Harper naik keatas lemari. 


 




Akhirnya Michi menemukan Gabi diatas. Terjadinya konflik membuat Michi harus pergi lagi setelah hanya sebentar bertemu Gabi. Jelas, rasa rindunya kepada Gabi dikalahkan rasa keinginginannya untuk tetap hidup. Harper pun menemukan cara untuk membuat zombie-zombie itu takut mendekat berkat sebuah tak kesengajaan. Para zombie ganas itu takut dengan blitz. Bersama penghuni apartemen yang tersisa, Michi dan Gabi menyusun rencana jitu untuk keluar dari apartemen menuju tempat yang lebih aman.


 


Kolaborasi apik dari sutradara Marvin Kren dan penulis Benjamin Hessler berhasil menciptakan formula baru dalam menyegarkan dunia perzombian. Mereka berhasil mengombinasikan aroma percintaan, humor, dan ketegangan. Sebuah zomb-mantic yang cerdas dan menyentuh. Sebuah kejeniusan yang jarang ditemui. Simpel saja, namun indah dalam romantisme berbalutkan kengerian.


9,6/10

Selasa, 16 November 2010

Monsters




Kecerobohan pesawat luar angkasa Amerika yang terjatuh menjadi malapetaka. Bukan sekedar kecelakaan biasa, karena pesawat tersebut membawa muatan sampel kehidupan asing disuatu planet di tata surya. Lebih jauh lagi, sampel tersebut tumbuh berkembang menjadi raksasa, menjelma menjadi monster besar yang meresahkan. Meksiko dan sekitarnya menjadi daerah yang tak nyaman lagi untuk ditinggali karena beberapa daerahnya telah dikarantina dan menjadi daerah yang berbahaya.




Sam, (Whitney Able) yang merupakan seorang anak dari bos besar suatu majalah di Amerika, diinstruksikan untuk pulang dari meksiko ke Amerika Serikat oleh ayahnya. Ayah Sam mengutus Andrew (Scott McNairy) sang fotografer majalahnya untuk mengawal kepulangan Sam.
Saat semua tampak sesuai rencana, tiba-tiba Andrew membuat kesalahan yang membuat mereka harus memakai rencana lain untuk pulang. Kerlingan dan waktu bersama yang tak bisa dimanipulasi perlahan tumbuh menjadi percikan perasaan diantara keduanya. Cerita perjalanan yang mungkin menurut saya malah dicanteli keseruan konflik dan berbumbu monster. Pengambilan gambar yang sedikit liar menurut saya membuat film ini menjadi tampak tak terlalu didramatisir. Untungnya saya tak peduli dengan porsi minim yang seharusnya lebih ngesci-fi dalam film ini. 



Dengan bujet rendah, Gareth Edwards terlihat jenius membungkus cerita dan membius isi film dengan ramuan rahasia. Ia mengareti film dengan rasa yang istimewa.

 
9,2/10

Sabtu, 13 November 2010

Iron Man 2




Tony Stark (Robert Downey Jr.) yang makin menggila dengan Stark Exponya memancing dengki dan iri hati segelintir orang-orang yang tak menyukainya. Orang-orang yang iri akan ketenaran dan keeksentrikkannya seperti Justin Hammer (Sam Rockwell) dan Ivan Vanko (Mickey Rourke) yang lebih kepada dendam lama keluarga, berusaha membuat Tony jatuh.




Hammer, yang cukup mempunyai modal besar dan juga motivasi setinggi langit untuk menyaingi Tony, tak cukup bisa menggulingkan Tony ke keterpurukan. Teknologi kacangannya jauh dibawah kecanggihan teknologi keluarga Stark yang sudah terbukti, teruji dan diakui.

Ivan yang mempunyai dendam turun temurun, berawal dari diusirnya ayah Ivan yaitu Anton Vanko (Yevgeni Lazarev) saat menjalin kerja sama dulu dengan ayah Tony, Howard Stark (John Slattery), selalu ingin memuaskan batinnya dengan ingin mencelakakan Tony.
Melihat aksi Ivan yang membuat Tony kocar-kacir saat Tony melakukan perlombaan balap mobil di Monaco, membuat Hammer tertarik untuk merekrut Ivan melakukan kerja sama yang dirasa cukup ampuh kalau mereka berdua dipadukan.

Namun Tony tetaplah Tony, ia yang memang lebih unggul dalam kepintaran dan kecanggihan juga menemukan penemuan baru yang membuat dirinya lebih kuat dan lebih bisa bertahan. Untuk melawan antek-antek pasukan gabungan dari Hammer dan Ivan, Tony si Iron Man dibantu oleh War Machine yang dijalankan oleh Letnan Kolonel James Rhodes (Don Cheadle).

Pepper Potts (Gwyneth Paltrow) yang tetap ciamik mengatur keseharian Tony, ditambah kehadiran Samuel L. Jackson dan Scarlett Johansson yang belum kehilangan aura seksi dan cantiknya, menjadikan Iron Man 2 makin berbumbu dalam menjalani tiap-tiap plot yang disusun.



John Favreau berhasil menjaga ritme kecemerlangan Iron Man 2 dengan film pendahulunya.

9,2/10