Kamis, 09 Desember 2010

Jakarta Maghrib




Scriptwriter ternama Indonesia, Salman Aristo, kini mencoba tantangan baru untuk menjajal kemampuannya menjadi sutradara.  Lewat Jakarta Maghrib, ia berusaha menyuguhkan sebuah tontonan yang menggambarkan betapa beragamnya kehidupan masyarakat Jakarta, lewat enam sketsa ceritanya, dan Salman Aristo berusaha membahasakan betapa maghrib menjadi ambang batas semua hubungan manusia, saat metropolitan sedang menuju kontemplasinya.

Iman Cuma Ingin Nur, adalah cerita pertama yang disuguhkan dalam film ini.  Iman (Indra Birowo), seorang satpam asal Sidoarjo, yang mempunyai istri asli betawi bernama Nur (Widi Mulia), masih tinggal menumpang bersama mertuanya.  Tiga hari tidak kumpul bersama sang istri karena anak bayinya sakit, membuat Iman merasa bahwa sekaranglah saat yang tepat untuk memuaskan hasratnya yang terpendam selama beberapa hari itu.  Namun, tiba-tiba pikiran mereka terbagi menjadi tiga, antara seks, mertua, dan maghrib.

Adzan, mengisahkan cerita tentang seorang preman yang gemar mabuk dan memalak bernama Baung (Asrul Dahlan,) dan seorang marbot tua Musholla bernama pak Armen (Sjafrial Arifin), yang juga memiliki warung kecil di depan Musholla yang ia urus.  Saat Baung dan pak Armen sedang berbincang-bincang tentang sekelumit topik masalah yang bertentangan, tiba-tiba ada sesuatu yang membuat Baung meneteskan air mata, dan melakukan sesuatu yang mungkin tak pernah ia lakukan sepanjang hidupnya.

Menunggu Aki, adalah kisah dimana seorang tukang nasi goreng yang selalu ditunggu kedatangannya.  Namun, ketidakhadirannya di suatu sore, membuat beberapa warga (Lukman Sardi, Ringgo Agus Rahman, Dedi Mahendra Desta, Fanny Fabriana, dan Lilis) di suatu kompleks perumahan menjadi berkumpul dan berkenalan satu sama lain.  Dan ketika maghrib menghampiri, mereka kembali menjadi diri mereka yang asli masing-masing, yang individualistis.

Cerita Si Ivan, mengisahkan tentang anak madrasah (Aldo Tansani) yang membolos demi menuntaskan nafsunya untuk bermain di rental playstation.  Di saat ternyata rental itu sudah dipenuhi dengan anak-anak lain yang datang lebih dahulu untuk bermain, ia mengarang-ngarang cerita horor seputar maghrib agar anak-anak itu ketakutan dan segera pulang ke rumah.  Siapa sangka, hal itu malah menjadi boomerang bagi dirinya.

Jalan Pintas, adalah cerita tentang sepasang kekasih (Reza Rahadian dan Adinia Wirasti) yang ingin menghadiri acara pernikahan adik si lelaki.  Mereka ingin datang sebelum maghrib dan memutuskan untuk melewati jalan pintas untuk sampai ke tujuan.  Sampai akhirnya maghrib datang dan menunjukan bahwa konsistensi adalah kunci.

Ba'da, menyatukan cerita terusan akhir kejadian kelima puzzle cerita sebelumnya, yang telah mengalami masalah dan maghribnya sendiri-sendiri (seperti dalam Vantage Point).



Salman Aristo mencoba membuat suatu hal yang berbeda dari jalur mainstream, yang selama ini memang menjadi jalur utamanya.  Penulis skenario yang terlibat dalam film-film besar Indonesia seperti Jomblo, Ayat-Ayat Cinta, dan Laskar Pelangi ini, ingin membuktikan bahwa ia adalah filmmaker yang komplit.  Dengan menahkodai Jakarta Maghrib sebagai sutradara, penulis, sekaligus produser, ia ingin terlibat penuh dalam film ini, dan mungkin film-film yang akan ia arsiteki selanjutnya.  Untuk awal, ia ingin agar film ini bisa diterima dulu, dan bisa digulirkan dalam bioskop-bioskop.

Pemilihan pemain dalam film ini pun saya rasa cukup tepat.  Jalan Pintas menjadi kepingan puzzle cerita favorit saya dengan dialog yang sungguh-sungguh alami (walaupun yang lainnya juga alami).  Akting para pemainnya juga tampak tak usah diragukan lagi, seperti Asrul Dahlan, Lukman Sardi, dan pemenang pemeran utama pria terbaik FFI 2010, Reza Rahadian (sebenarnya saya lebih suka bila Lukman Sardi dalam Sang Pencerah yang meraihnya, walaupun Reza memang aktor hebat).  

Salman Aristo berujar beberapa cerita dalam film ini adalah hal-hal yang memang ia alami sendiri di sekitaran lingkungan dalam hidupnya.  Ia tampak ingin bermain di arena bermainnya sendiri, dan mencoba menuturkan, bahwa betapa kekuatan lokalitas sesungguhnya bisa menjadi hal yang luar biasa. 



9,0/10

Selasa, 07 Desember 2010

Piranha 3D




Ekspektasi rendah dan sebelah mata, sekelebat menghampiri pikiran saya setelah melihat cover dan judul film garapan Alexander Aja ini.  Ah tapi ternyata, saya harus belajar untuk tidak menganggap remeh suatu apapun sebelum memang mencobanya sendiri.

Alexander Aja mendaur ulang film Piranha, yang dulu disutradai Joe Dante yang dirilis pada tahun 1978, dan memiliki sekuelnya berjudul Piranha 2 pada tahun 1981 yang disutradai James Cameron.

Film ini mengisahkan tentang ditemukannya kembali populasi ikan piranha yang telah punah dua juta tahun yang lalu karena terjadi gempa di danau Victoria, Arizona.  Ikan-ikan ganas yang terkungkung selama ribuan tahun ini akhirnya keluar dan siap memangsa siapa saja yang ada dihadapan mereka.  Mereka menjadi mesin pembunuh yang sangat mengerikan.

Bak gayung bersambut, ternyata di Danau Victoria sedang digelar acara pesta bikini terbesar menyambut liburan musim semi. Jelas saja perempuan-perempuan mulus itu menjadi bahan makanan yang sangat menggairahkan ribuan ikan buas nan kejam itu.   




Mengetahui munculnya kembali ikan piranha yang berkoloni di danau Victoria, sheriff Julia Forester (Elisabeth Shue), Deputi Fallon (Ving Rhames) dan rekan-rekan lainnya memerintahkan agar pesta di danau itu dihentikan dan segera naik dari air.  Tapi para muda-mudi tersebut tak mau mendengarkan ultimatum yang diberikan, dan benar saja, satu per satu dari mereka mulai disantapi, digigiti ikan purba buas itu sampai benar-benar habis.  Danau Victoria berubah menjadi danau darah yang mengerikan dengan potongan daging yang cuil bertebaran dan mayat-mayat yang bergelimpangan dengan tubuh tak utuh lagi.  





 Di sisi danau yang lain, anak Julia, Jake Forester (Steven R. McQueen) yang sedang menemani sutradara Derrick Jones (Jerry O'Connell) syuting bersama para wanitanya Danny (Kelly Brook) dan Crystal (Riley Stelee), juga dilanda bahaya yang sama.  Mereka terjebak dalam kapal yang macet dan dikelilingi pirahna yang lapar bersama adik-adik Jake dan kekasihnya Kelly (Jessica Szohr).



Alexander Aja berhasil mengubah danau Victoria menjadi tempat wisata paling mengerikan.  Jeritan ketakutan dan banjir darah ditabur indah dalam setiap scenenya.  Saya sangat menyukai make up gory yang seperti terlihat sangat alami, seperti potongan tubuh yang terkoyak dalam film ini.  Jalan cerita yang sederhana dan mudah ditebak tak saya pedulikan karena saya menikmati kengerian yang ditawarkan.  Aja berhasil membuat kedua mata saya terbelalak, dan sesekali kaget dengan aksi brutalnya, sekaligus berhasil membuang jauh semua keraguan dalam film yang ditawarkannya kali ini. 



8,9/10

Senin, 06 Desember 2010

Unstoppable





Berdasarkan kisah nyata yang terjadi di Pennsylvania, Unstoppable mengangkat kisah tentang kereta yang mengangkut beratus-ratus kilogram bahan kimia mudah terbakar.  Lalu apanya yang menarik?  Karena kereta itu melaju liar tanpa masinis.

Berawal dari kecerobohan Dewey (Ethan Suplee) saat menjalankan tugasnya, menyebabkan kereta itu liar berlari tanpa ada yang mengendalikan.  Dalam sekejap saja hal ini membuat geger dan panik warga Pennsylvania dan sekitarnya, karena jika tumpah atau meledak, akan terjadi bencana perkeretaapian terhebat dalam sejarah salah satu negara bagian Amerika Serikat itu. 

Satu per sartu upaya untuk menghentikan kereta tersebut, gagal.  Dari mulai menurunkan seorang pemuda dari helikopter ke ruang kendali kereta itu, sampai memberi ganjalan agar kereta itu terbalik di lahan kosong, semuanya tidak berhasil.  Connie (Rosario Dawson), yang bekerja untuk mengawasi perlalulintasan kereta api, sibuk memberikan instruksi-instruksi yang dibutuhkan  dan menjadi penyambung informasi dari satu ke yang lainnya.

Di lintasan yang sama dengan kereta liar tersebut, terdapat Frank (Denzel Washington) dan Will (Chris Pine) yang tahu kalau mereka sedang berhadapan dengan besi raksasa yang akan menghantam kereta kecil yang mereka kendalikan.  Beruntung bagi mereka berdua berhasil menghindar lewat rel cadangan.  Mereka pun akhirnya mencoba menghentikan laju kereta liar itu dengan mengejarnya, namun dengan segala resikonya dan langkah-langkah yang penuh perhitungan. 





Tony scott berhasil membuat cerita yang tampak tak terlalu kompleks dan cenderung mudah ditebak ini menjadi tontonan yang mendebarkan.  Lagi-lagi ia menggunakan Denzel Washington sebagai pemeran utama dalam filmnya, plus Chris Pine dan Rosario Dawson yang ciamik mendukung ketegangan demi ketegangan dalam setiap scene-scenenya.  Denzel Washington dan Chris Pine berhasil membangun chemistry tersendiri sebagai masinis senior dengan masinis pemula, yang lengkap juga menceritakan masing-masing konflik yang mereka alami sendiri-sendiri.







Tom Scott berhasil menyuguhkan snack ringan penghilang bosan, dengan rasa yang sama sekali tidak murahan.

 

8,8/10