Rabu, 13 April 2011

Easy A





Ingar bingar kehidupan remaja, tak membuat Olive Penderghast (Emma Stone) ingin muncul ke permukaan untuk tampil menunjukan keeksistensiannya di sekolah. Ia adalah anak yang tak banyak dikenal, dan hanya mempunyai sedikit kawan. Sampai  pada akhirnya ia berbohong kepada sahabatnya, Rhiannon (Aly Michalka), bahwa ia telah kehilangan keperawanannya. Dan entah sial atau mujur, hal ini terdengar oleh Marianne (Amanda Bynes)-seorang anak yang taat kepada tuhan, secara tak sengaja. Dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, seluruh murid-murid di sekolah tiba-tiba 'tahu' Olive, dan mencapnya sebagai perempuan 'nakal'.

Olive sesungguhnya adalah pribadi yang cerdas dan tak takut siapapun. Terbukti ketika ia dicela oleh seorang siswi di kelasnya, ia membalasnya dengan suatu perbuatan sarkas yang mengakibatkan ia harus bertemu dengan kepala sekolah. Dan disaat ia sedang menjalani hukuman, bertemulah ia dengan Brandon (Dan Byrd), siswa yang selalu dicemooh teman-temannya dengan sebutan gay. Ia memohon kepada Olive untuk  berpura-pura berhubungan seks dengan dirinya, agar status gay nya pudar dan bisa diakui 'kenormalannya'. Kerepotan berlanjut ketika siswa-siswa 'bermasalah' lainnya juga memohon pertolongan pada Olive dengan kasus yang berbeda-beda.

Bahkan saking terlanjurnya ia mendapat julukan perempuan murahan, sampai-sampai ia datang ke sekolah mengenakan pakaian seksi seperti layaknya perempuan murahan sungguhan. Awalnya ia menikmati hal-hal yang timbul dari ketidaksengajaan ini, tetapi sesungguhnya ia tak mau berlarut-larut dalam semua kebodohan dan segera menyusun siasat untuk memberitahukan bahwa dirinya bukanlah seperti apa yang dipikirkan oleh semua orang.




Walaupun menggunakan racikan khas komedi remaja pada umumnya, Easy A mampu menyusupi dan mempersembahkannya lebih dari itu. Segala hiruk pikuk remaja  termasuk seperti persahabatan dan cinta, diolah dengan satir-satir yang cerdas dan segar. Will Gluck pun pintar menyusupi Easy A dengan beberapa adegan film lawas dari The Scarlett Letter (1995), saat Olive sedang mempelajari sesuatu seperti apa yang sedang ia alami. Emma Stone sendiri juga dengan pintar tidak menyia-nyiakan kepercayaan untuk mengeluarkan segala kemampuan terbaiknya, setelah di Superbad (2007), The House Bunny (2008) dan Zombieland (2009) hanya mendapatkan peran pendukung. 
Selain diisi oleh bakat-bakat muda, Easy A juga diisi oleh nama berpengalaman seperti Stanley Tucci dan Patricia Clarkson, yang cukup sukses berperan sebagai orang tua  Olive yang paham dan mengasyikkan. Thomas Haden Church dan Lisa Kudrow pun juga jauh dari kata jelek.


Easy A menjadi berbeda dari film bergenre sejenis ketika racikan yang dipakai bertambah lezat karena galak  akan bumbu dan cara memasaknya yang cukup unik. Sosok Olive yang diperankan oleh Emma juga mengalir begitu saja. Ia mengajarkan anak-anak muda bahwa menghadapi permasalahan lumrah remaja seperti ini, haruslah santai namun tetap pintar dan penuh perhitungan, dan Will Gluck tahu akan itu. 


9,0/10

?





Film ini menyuguhkan kisah tiga kehidupan keluarga yang berbeda kepercayaan, yang menjalani kehidupan dalam satu kawasan yang sama. Yang pertama adalah kisah keluarga Soleh (Reza Rahadian)-seorang pengangguran, yang mempunyai istri bernama Menuk (Revalina S. Temat). Adiknya yang masih mengenyam bangku pendidikan tinggal bersamanya. Ia juga mempunyai satu anak yang masih kecil, dan memiliki istri yang bekerja. Hal ini tentu membuat dirinya risih. Bukan risih dalam artian negatif, tetapi statusnya yang pengangguran membuat ia kadang mempunyai emosi yang berlebih ketika ia berpikir dirinya belum bisa membuktikan apa-apa.

Yang kedua adalah keluarga Tan Kat Sun (Hengky Solaiman), yang mempunyai istri Lim Giok Lie (Edmay) dan anak bernama Hendra (Rio Dewanto). Tan Kat Sun adalah penganut agama budha yang taat, dan mempunyai restoran masakan khas cina yang cukup digandrungi warga sekitar. Tan Kat Sun mempunyai toleransi beragama yang tinggi. Menuk (seorang  Muslimah taat) yang menjadi pelayan di restorannya pun merasakan hal itu. Tetapi sayangnya, prinsip hidup Hendra yang kadang kerap bersebrangan dengan ayahnya, membuat kehidupan keluarga mereka kadang begitu dingin. Apalagi dulu Hendra sempat mempunyai kisah manis yang berujung pahit bersama Menuk.

Kemudian ada Rika (Endhita) seorang janda yang baru saja berpindah agama, dan mempunyai anak yang rajin mengaji bernama Abi (Baim). Masyarakat sekitar sulit menerima hal itu, termasuk pada awalnya, Abi, juga belum bisa menerima kepindahan kepercayaan yang dilakukan oleh ibunya. Tetapi Surya (Agus Kuncoro Adi)-seorang aktor figuran serabutan yang ingin mewujudkan mimpinya, malah memuji keberanian Rika melakukan keberanian besar dalam hidupnya, dan seiring berjalannya waktu semakin menyukai Rika.




Hanung Bramantyo yang dalam perjalanan karirnya cukup sering menahkodai film-film bertema spiritual, kali ini mencoba membuat tema spiritual yang universal (tidak dalam cara pandang Islam saja), namun tetap tidak meninggalkan ciri khasnya. Suguhannya pun tidak terkesan menggurui, dan membiarkan penonton menerka sendiri apa yang sebenarnya mereka cerna dari sajian yang dipersembahkan. Kualitas akting para pemain di film ini pun cukup mumpuni.  Revalina tampil cukup ciamik. Lagi-lagi Reza Rahadian memberikan yang terbaik yang bisa ia lakukan. Agus Kuncoro Adi pun sepertinya akan mendapatkan tempat tersendiri di hati penontonnya. 

Walaupun sama-sama diilhami dari kisah nyata dengan Sang Pencerah (2010), ? mungkin tidak melampaui dengan apa yang telah dilakukan oleh film pendahulunya tersebut. ? tidak memberikan sesuatu yang lebih segar daripada Sang Pencerah (film lokal terbaik 2010 menurut saya).


Hanung sepertinya harus lebih teliti lagi memerhatikan detil-detil yang bisa mengganggu niatnya menyampaikan pesan kepada masyarakat dan tidak membuat ketersinggungan. Seperti contohnya, film ini sempat diprotes oleh sekretaris satkorcab banser kota Surabaya, karena tidak setuju dengan sifat Soleh dalam film ini yang emosian. Begitu juga dalam Sang Pencerah, yang mengusung tokoh Muhammadiyah, Hanung juga berusaha memunculkan orang NU di dalamnya, meski lagi-lagi tidak sesuai kepribadian orang Nahdliyin.  
Namun terlepas dari semua itu, ? tampil cukup memuaskan. Maksud dan tujuan Hanung yang baru,  tim yang hebat dan kemampuan akting para pemainnya, membuat ? tetap patut diapresiasi tinggi.


9,0/10

Jumat, 08 April 2011

Machete




Machete Cortez (Danny Trejo), adalah seorang polisi Meksiko yang dikhianati oleh atasannya sendiri lantaran tidak mau bekerja sama dengan Rogelio Torrez (Steven Seagal)-seorang bandar narkoba besar di negaranya. Keluarganya dibunuh, dan ia melarikan diri ke Amerika Serikat.

Otomatis ia kini menjadi imigran gelap, yang sekarang bekerja menjadi buruh untuk mencukupi kehidupannya. Disaat ia sedang menjalani kesehariannya, datanglah Michael Booth (Jeff Fahey), menawarinya pekerjaan untuk membunuh Senator McLaughlin (Robert De Niro) dengan imbalan yang menggiurkan. Ia menerimanya, walau sesungguhnya orientasinya bukan karena uang. Lagi-lagi hal ini adalah jebakan. Dirinya hanya dijadikan alat pengalihan isu penembakan Senator, yang ternyata penembak 'aslinya' memang sudah disiapkan.




Machete adalah orang yang 'susah mati'. Berkali-kali ia diburu namun selalu saja sanggup meloloskan diri. Ia pun menghadapi lawan-lawannya dengan cara yang amat luar biasa. Potongan kepala bergeletakan begitu saja, darah yang mengalir bagaikan air bah. Apalagi senjata favorit seorang Estana Hievara yang lebih dikenal dengan nama Machete kalau bukan, Machete (Pisau belati besar yang sanggup membelah leher dengan sekali sabetan).

Mengetahui bagaimana keadaan politik kotor yang sebenarnya, membuat nurani Sartana (Jessica Alba) terketuk. Ia yang seorang polisi perbatasan Amerika Serikat itu, berbalik mendukung Machete, bersama-sama dengan Luz (Michelle Rodriguez). April booth (Lindsay Lohan), anak dari Michael Booth, malah ikut-ikutan bergabung bersama komplotan Machette, namun dengan misi yang berbeda.





Walaupun bukan termasuk film yang rumit dan sesungguhnya kedalaman cerita masih bisa digali lebih dalam lagi, Machete sangat asyik untuk diikuti. Tubuh kekar dan wajah beringas Danny Trejo pun sepertinya adalah karakter yang paling pas untuk memerankan Machete. Perannya sebagai seorang 'ksatria' yang dingin, namun menginspirasi pengikutnya juga sangat baik. Jeff Fahey memerankan tokohnya juga dengan cukup apik disini, walaupun yang lainnya juga lumayan. Tetapi ia terlihat lebih menonjol dari pemain yang lain. Robert Rodriguez, sang sutradara, bisa dikatakan cukup sukses membuat film yang dipenuhi dengan kekerasan dan adegan syur ini. Ada beberapa adegan juga yang membuat saya tertawa terpingkal. Machete adalah tontonan yang cukup seru disaksikan pada waktu luang, dan bisa ditonton sekali lagi bila kurang.


9,1/10

Kamis, 07 April 2011

Love & Other Drugs





Sebuah romantic comedy yang mengagumkan. Lebih dari itu, film ini menyuguhkan sebuah perjalanan cinta yang menyentuh dan romantis. Perjalanan cinta yang mungkin lumrah dalam kehidupan, namun amat terasa keindahannya. Edward Zwick mampu melakukannya dengan sangat baik.

Film ini diadaptasi dari novel, Hard Sell: The Evolution of a Viagra Salesman, karya Jamie Reidy. Edward Zwick yang karya-karyanya fenomenal dan berat seperti The Last Samurai (2003) dan Blood Diamond (2006), kali ini mencoba usaha keduanya membuat film komedi romantis, setelah About Last Night (1986). Hasilnya, tetap saja luar biasa.

Film ini dimulai ketika Jamie Randall (Jake Gyllenhaal), menjadi karyawan di sebuah toko elektronik. Perangainya yang atraktif dan wajahnya yang tampan membuat ia mudah disukai, termasuk ketika ia disukai oleh pacar sang pemilik toko. Jamie kemudian membuat suatu kesalahan dan akhirnya dipecat.
Tak perlu berlama-lama menganggur, ia kemudian segera mendapatkan pekerjaan menjadi salesman di perusahaan farmasi terkenal, Pfizer, dari saudaranya, Josh Randall (Josh Gad).

Disaat ia sibuk melancarkan usahanya dengan menyambangi berbagai rumah sakit untuk menawarkan produk ke banyak dokter, disitulah ia bertemu Maggie Murdock (Anne Hathaway)-seorang penderita Parkinson stadium satu yang cantik, dan amat menarik perhatian Jamie.
Namun sayangnya, Maggie tak seperti perempuan lain kebanyakan. Jamie yang kambuh penyakit 'playboy'nya tak sanggup dengan mudah menaklukkan Maggie, walau akhirnya berhasil.



Maggie adalah tetap sesuatu yang berbeda, bagi Jamie. Seiring dengan berjalannya waktu, pelan-pelan seorang Maggie, sungguhan membuat Jamie jatuh hati. 
Tetapi kemudian muncul berbagai permasalahan. Jamie yang kini perlahan sukses mempromosikan produk baru Pfizer, yaitu viagra, agak menjadi sedikit lebih sibuk. Belum lagi mengenai penyakit yang diderita Maggie. Pikiran Maggie kembali dipenuhi dengan segala ketakutan yang memang sejak awal ditakutinya.

Sangat menyenangkan menyaksikan sajian ini. Bukan hanya karena berbeda dari komedi romantis lainnya, namun juga karena departemen akting yang dilakoni para pemainnya, seperti yang dibawakan oleh Jake Gyllenhaal dan Anne Hathaway sangat amat begitu apik, dan pas. Jake yang tak berlebihan dalam menaburi sedikit sisi lucu, begitu juga dengan Anne yang tak terlalu sedih menjalankan kesehariannya, walaupun sebenarnya di dalamnya kita tahu ada kepiluan yang tak bisa ditutupi. Edward Zwick mampu mengarahkan itu kedalam porsi yang asyik.


Jujur, bahkan saya lebih menyukai chemistry dari Jake dan Anne disini, ketimbang Jim Carrey dan Kate Winslet dalam Etermal Sunshine of the Spotless Mind (2004) atau dengan pasangan manapun.
Pada akhirnya, Love & Other Drugs menjadi film komedi romantis yang 'beda level' dari film komedi romantis lainnya, dan semakin membuat saya semakin menyukai dan menanti karya-karya dari Edward Zwick selanjutnya.


9,7/10