Senin, 13 Juni 2011

The Devil Wears Prada






Drama komedi adalah salah satu genre film yang susah-susah gampang dibuatnya. Diangkat dari novel berjudul sama karangan Lauren Weisberger, The Devil Wears Prada, entah mengapa cukup tidak membuat saya tertawa, melainkan membuat saya sungguh amat sangat terkesan!

Andrea Sachs (Anne Hathaway) baru saja lulus dari salah satu perguruan tinggi di Amerika. Kesukaannya terhadap dunia jurnalistik membuat ia membayangkan bagaimana asyiknya bila ia diterima bekerja di New York Mirror atau majalah/surat kabar ternama lainnya. Tetapi, lewat proses yang cukup unik, ia malah diterima bekerja disalah satu majalah fashion terkemuka dunia bernama Runway, menjadi asisten kedua seorang bos besar yang perfeksionis, galak, dan sangat benci dengan kesalahan, tetapi tetap berwibawa, bernama Miranda Priestly (Meryl Streep). 

Masalah yang muncul pada awalnya adalah, Andrea termasuk orang yang tidak memedulikan fashion. Gaya berpakaian, contohnya, menjadi kepentingan nomor sekian untuk dirinya. Sementara di Runway, fashion adalah sebuah agama, sebuah mercusuar yang merupakan dasar dari segalanya. Dan banyak jutaan gadis yang rela mati demi mendapatkan posisi pekerjaan Andrea sekarang. 

Di masa ia menjalani pekerjaannya, tentu saja ia mengalami masa-masa lemah. Tekanan dari atasan yang sangat sewenang-wenang membuat titik jenuh dan stres Andrea sering berada pada puncaknya. Tetapi lewat ide yang cukup pintar dan asumsi bahwa Runway bisa menjadi pintu untuk pekerjaan yang ia idamkan kelak, ia sanggup bertahan dan malahan menggeser posisi asisten pertama yang selama ini ditempati oleh Emily (Emily Blunt). Andrea perlahan-lahan bersinar. Tetapi berbanding terbalik dengan kehidupan bersama kekasihnya, Nate (Adrian Grenier) dan temannya, Lily (Tracie Thomps). Mereka lebih suka dengan Andrea yang lama. Andrea yang apa adanya. Dan Andrea pun sesungguhnya juga sependapat dengan hal itu.

Saya sungguh terkesan dengan usaha David Frankel menerjemahkan film ini. Terlepas dari banyaknya yang menyebut film ini agak berbeda dengan novel aslinya (saya pun belum baca), David Frankel sanggup memberikan tontonan yang asyik, seru, dan inspiratif. Ditambah lagi, akting para pemainnya yang tampil hampir tanpa cacat ikut menjadikan film ini kian sempurna. Meryl Streep contohya; berkat penampilan gemilangnya di sini, ia diganjar sebagai peran wanita komedi terbaik di Golden Globe 2007 lalu. Filmnya sendiri pun ikut dinominasikan dalam kategori Best Motion Picture - Musical or Comedy.
Untuk Anne Hathaway, sepertinya sulit bagi saya untuk tidak jatuh hati padanya. Penampilannya di sini sangat menarik, sedikit berbeda dengan menariknya dia dari film-filmnya yang lain. Aktingnya terus saja cemerlang, dan mungkin akan terus menjadi figur favorit untuk saya. Emily Blunt juga tampil cukup mencuri perhatian.

Banyak hal yang bisa kita pelajari dari The Devil Wears Prada. Dibungkus dengan alur dan suguhan yang menarik serta jauh dari kata membosankan, David Frankel mencoba menjabarkan interelasi antara karier, harta, ego, keluarga, cinta, impian, dan idealisme. Dan lewat The Devil Wears Prada, ia menunjukan bahwa sesungguhnya pepatah yang mengatakan banyak jalan menuju roma itu sama sekali tidak salah.
















5/5

Rabu, 01 Juni 2011

Last Night





Kehidupan cinta yang diwarnai banyak pergolakan, ditampilkan oleh Massy Tadjedin dalam satu tema utama bernama kesetiaan. Ini adalah debut penyutradaraannya, yang bisa dibilang sangat memuaskan melalui tema sederhana yang acap kali ditawarkan dalam tema-tema film Hollywood. Bedanya, Last Night tampil lebih dewasa, matang, dan tidak cengeng.

Film ini bermula ketika Joanna (Keira Knightley) merasa, suaminya, Michael Reed (Sam Worthington), menyimpan sebuah perasaan khusus kepada rekan bisnis Michael bernama Laura (Eva Mendes). Hal ini ia tangkap saat ia dan Michael menghadiri sebuah pesta, dan melihat gelagat suaminya yang menunjukan sesuatu yang berbeda saat berada dekat Laura. Joanna yang merasa risih dengan hal ini, akhirnya terlibat cekcok kecil dengan Michael, apalagi mengetahui bahwa esok hari suaminya dan Laura akan bersama-sama pergi ke luar kota dalam rangka merampungkan agenda bisnis, walau pada akhirnya Joanna bisa menerima hal itu dengan lapang dada.

Saat Michael pergi ke luar kota, secara tak sengaja Joanna bertemu dengan Alex (Guillaume Canet), mantan kekasihnya dulu. Mereka berdua akhirnya melakukan pertemuan untuk sekadar berbincang-bincang, yang akhirnya menjadi pertemuan yang membuat keduanya nyaman. Pertemuan ini, setidaknya untuk sementara, berhasil mengusir stres yang kadang menyerang Joanna. Sebaliknya, Michael merasa kata-kata dan insting Joanna yang hampir semuanya benar, membuat ia tampak ingin lebih mencurahkan perhatian dan rasa sayangnya kepada istri yang dicintainya tersebut, bersamaan dengan Laura yang auranya terus mengganggunya. Disinilah mereka-mereka ini harus berusaha mengeluarkan kemampuan untuk menyusuri jalan yang curam dalam suatu hubungan.

Sosok Joanna yang ditampilkan cerdas dan menyenangkan, berhasil diperankan Knightley dengan sangat baik. Aktingnya yang tak berlebihan membuat penonton ingin terus menyaksikan upaya pengendalian dirinya. Begitu juga dengan Sam, yang berperan sebagai sosok yang tak banyak bicara. Mereka membuat penonton tahu, bahwa ketika mereka mempunyai kesempatan untuk selingkuh, sebenarnya mereka sangat mencintai satu sama lain.

Juga dengan Mendes dan Canet, yang sangat apik membawakan perannya masing-masing. Alex yang supel dan mempunyai daya tarik yang banyak, walaupun tidak ditampilkan secara gamblang, tetapi berhasil menegaskan pada penonton bahwa dulu ia pernah punya kenangan yang indah bersama Joanna. Mendes juga sangat sukses memerankan sosok yang 'to the point', sosok yang kurang beruntung karena merasa bertemu dengan seseorang yang istimewa, namun sudah memiliki pasangan. 

Sambutan penonton setelah menyaksikan film ini mungkin bisa bermacam-macam. Massy Tadjedin memang istimewa menggarap naskah dan mengolah Last Night secara keseluruhan.  Kisahnya mungkin cukup lazim mendera para penontonnya sendiri, dan hal inilah yang membuat film ini terasa begitu dekat, begitu mudah dicintai, dan akhirnya membuat kita mengukur-ukur seberapa tinggikah tingkat kesetiaan kita terhadap pasangan kita.








9,3/10