Kamis, 27 Januari 2011

Rachel Getting Married





Setiap rumah tangga di dunia ini, pasti memiliki masalahnya sendiri-sendiri. Tiap anggota keluarga juga pasti memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda. Seperti sisi baik dan buruk, yang sudah dijamin dipunyai oleh seluruh manusia. 

Kym Buchman (Anne Hathaway), diberikan kesempatan selama beberapa hari untuk meninggalkan panti rehabilitasi. Pernikahan kakaknya, Rachel (Rosemarie Dewitt) dengan Sidney (Tunde Adebimpe), terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja. Pulang dengan keadaan rumah yang sudah sangat ramai dipenuhi oleh sanak saudara, membuat Kym terlihat sangat antusias dan bersemangat. Ia mulai berkenalan dengan anggota keluarga Sidney, keluarga kulit hitam yang penuh humor dan menyenangkan.

Tetapi, harapan Kym ternyata tak semulus dengan apa yang ia ekspektasikan. Disaat penderita depresi berat seperti dirinya butuh suntikan moral dan dukungan, timbul beberapa duri yang pelan-pelan kembali ke permukaan. Masa lalu buruk yang belum bisa ia maafkan, plus naluri pertengkaran kakak dan adik yang belum sanggup dilenyapkan, membuat ia merasa tak dibutuhkan dan tak dihargai kehadirannya.
Ayah Kym, Paul (Bill Irwin), sangat perhatian padanya. Saking tinggi curahan perhatiannya, sampai-sampai membuat Kym risih. Belum lagi masalah dengan ibu kandungnya, Abby (Debra Winger) yang sepertinya hanya akrab dengan Rachel.




Melihat film ini, saya sedikit merasakan sebagaimana saya menonton video pernikahan saudara saya. Terasa begitu dekat, seperti film semi-dokumenter. Saya selalu suka bila sebuah film menyematkan para pemain kulit hitam. Menurut saya, mereka adalah pencair suasana yang ulung, yang menyenangkan, dan humoris. Dan Jonathan Demme meletakan keluarga Sidney dalam porsi yang pas.

Jonathan Demme menggulirkan satu persatu masalah dengan takaran yang tak berlebihan, namun juga sanggup dikategorikan istimewa. Wajar saja dengan kemampuan seperti itu, ia pernah diganjar Oscar sebagai sutradara terbaik lewat The Silince of The Lambs. Di film ini, Anne Hathaway (Aktris favorit saya sepanjang masa), juga dinominasikan sebagai aktris terbaik Academy Award dan Golden Globe 2009. Lewat penampilan fisik dan aktingnya, ia hanya membuat saya tambah jatuh cinta. Oiya satu lagi, saya ingin memuji habis Bill Irwin, yang berhasil memerankan seorang ayah yang  seperti harus sanggup menahan semua permasalahan di pundaknya. Ada satu adegan, dimana Bill Irwin berhasil menggenggam hati saya dengan sekuat-kuatnya ketika ia berusaha untuk menyembunyikan air matanya.



Lewat Rachel Getting Married, Jonathan Demme dan penulis, Jenny Lumet, seperti ingin berkata, "Inilah keluarga Rachel, bagaimana dengan keluargamu?"



9,4/10

Selasa, 25 Januari 2011

127 Hours






Diangkat dari autobiografi Aron Ralston--merupakan seorang pendaki gunung dan pecinta alam asal Amerika Serikat, berjudul Between a Rock and a Hard Place, Danny Boyle kembali melahirkan karyanya yang seperti biasa, lagi-lagi memukau dan memesona, kali ini lewat 127 Hours.
Di film ini, ia melakukan reuni dengan penulis naskah Simon Beaufoy, dan Komposer A.R. Rahman, yang di film terakhir mereka, Slumdog Millionaire, berhasil menyabet banyak penghargaan dalam Academy Awards.

Film ini mengisahkan tentang seorang lelaki bernama Aron Ralston, (James Franco) seseorang yang ingin mengusir sekelumit penat dengan berencana pergi ke Canyolands National Park diakhir pekan. Ia ingin kembali bertualang, seorang diri, bersama kesunyian alam yang indah, tanpa seorang pun yang tahu kemana ia pergi.
Sesampainya disana, ia bertemu dua pendaki wanita yang tersesat, Kristi (Kate Mara) dan Megan (Amber Tamblyn). Pengetahuannya yang luas tentang Canyonlands National Park, membuat ia tanpa kesulitan memandu dua perempuan tersebut dan menghabiskan sedikit waktu bersama, lalu kemudian berpisah karena Aron memiliki rute petualangan  yang berbeda dari Kristi dan Megan.


Dengan semangat yang meluap-luap, dengan lincah ia menelusup bebatuan sempit di Canyonlands dengan teknik yang mungkin sudah dikategorikan mahir. Namun, mungkin karena merasa sudah mahir itulah ia  jadi kurang hati-hati dan kurang waspada, lalu kemudian terpeleset ke sebuah ngarai yang sempit dan terjebak di dalamnya selama 127 jam, sejak dari 26 April 2003.
Disitu, ia makin menyesali kebiasaan buruknya, yaitu jarang memberitahukan kemana  atau tidak meninggalkan pesan bila ia akan pergi.

Dalam keadaan yang hampir putus asa, dan dengan persediaan air minum yang semakin menipis, satu persatu memori yang indah maupun yang buruk silih berganti berdatangan. Halusinasi mulai menyerang Aron dengan intens. Ia dilanda kegelisahan yang amat sangat. Dengan sekuat tenaga, ia mengusahakan dirinya bertahan untuk tidak menjadi 'gila'.




Seperti Ryan Reynolds dalam Buried, James Franco dengan sangat alaminya mengalirkan kegelisahan tingkat tinggi melalui pembawaan yang sempurna. Para penonton pun juga dengan mudah merasakan ketidaknyamanan di kursinya, karena ikut tenggelam bersama Aron, ikut merasakan kegetiran dan semangat hidup yang lamat-lamat menjauh. Danny Boyle seperti sangat mengerti bagaimana cara membungkus cerita dengan apa yang seharusnya dilakukan untuk film ini, namun dengan tetap tidak meninggalkan ciri khasnya. Pada akhirnya, 127 Hours semakin memperjelas keeksistensian Danny sebagai sutradara jenius dalam jagat hollywood.



9,5/10

Senin, 24 Januari 2011

The Kids Are All Right





Sebuah keluarga, memang sanggup diibaratkan seperti sebuah kapal yang tengah mengarungi samudera lepas. Sering terombang-ambing dan terkadang harus menghadapi badai yang sanggup datang kapan saja, tanpa diundang, dan tanpa pemberitahuan. Pun seperti keluarga yang tak lazim pada umumnya, seperti keluarga pasangan lesbian Nic (Annette Bening) dan Jules (Julianne Moore), yang selama ini kehidupan keluarganya adem ayem saja bersama masing-masing anak mereka yang kini tengah remaja, Joni (Mia Wasikowska) dan Laser (Josh Hutcerson), hasil dari donor sperma yang sama.



Saat semuanya masih berjalan normal, tiba-tiba Laser, ingin mengetahui siapa pendonor sperma yang membuat ia dan Joni lahir. Akhirnya, Joni mencari-cari informasi dan mereka pun berhasil menemukan sang 'ayah', Paul (Mark Ruffalo)--seorang pemilik restoran dan perkebunan sayur organik, lalu melakukan pertemuan rahasia.
Pertemuan tersebut akhirnya diketahui kedua ibu mereka. Namun, akhirnya Nic dan Jules juga ingin tahu lebih dalam tentang sosok Paul, sosok yang selama ini tak  pernah terbayangkan oleh mereka berdua. 

Keempat orang ini dalam waktu singkat cepat akrab dengan Paul, kecuali mungkin Nic yang agak sedikit tertutup. Laser jadi sering menghabiskan waktu bersama Paul dengan berolahraga, sedangkan Joni lebih sering menghabiskan waktu bersama Paul dengan berkebun. Jules, yang dimintai Paul untuk merapikan taman belakang tempat tinggalnya, yang juga merupakan tugas pertama dalam karir barunya, pelan-pelan seperti memercikan api kedalam rumah tangganya sendiri. Sedangkan Nic, yang selama ini merasa tertutup dan melihat ketiga orang terdekatnya sangat akrab dengan Paul, akhirnya memutuskan untuk membuka diri dengan berinisiatif mengajak keluarganya tersebut makan malam bersama di rumah Paul. Namun akhirnya, yang terjadi adalah hal yang sama sekali tidak diinginkannya.



Lisa Cholodenko menyuguhkan kisah keluarga ini dengan luwes, dengan sangat sehari-hari, betapa masalah pasangan lesbian pun juga tak jauh berbeda seperti keluarga hetero. Mereka mempunyai anak-anak remaja yang tumbuh normal, yang justu sanggup menepis-nepis masalah yang satu persatu berdatangan. Justru Nic dan Jules lah yang berkompleks ria dengan masalah-masalah keluarga, masalah yang kerap kali juga menimpa keluarga heterosekual, seperti masalah kesetiaan dan kejujuran.



9,5/10

Jumat, 21 Januari 2011

Buried





Saat anda membelalakkan mata, keadaannya sama, ketika saat anda menutup mata. Anda hanya ditemani kegelapan, dengan ruang gerak dan napas yang sempit, serta tak tahu menahu apa yang sedang terjadi pada diri anda. Apa yang anda rasakan bila hal itu menimpa anda? Sungguh, hanya rasa bingung yang bergulung-gulung bukan? 

Tetapi hal itu terjadi pada Paul Steven Conroy (Ryan Reynolds), saat ia menemukan dirinya di dalam peti mati. Sungguh, yang hanya ia ingat adalah, ketika ia dan teman-temannya diserang dan diberondong peluru oleh sepasukan tak dikenal, yang membuat teman-temannya mati. 
Walaupun dalam kondisi yang amat mengenaskan, Paul berhasil menemukan secuil keberuntungan. Ia mendapati dirinya masih hidup.

Masih dalam kebingungan yang luar biasa, ia bertanya-tanya dalam hati, mengapa ia berada  dalam peti? mengapa ia diserang? Dirinya bukan pasukan tentara Amerika yang menginvasi Irak, dirinya hanya seorang supir truk asal Amerika, yang tengah berada dan bekerja di Irak.



Setelah butuh beberapa saat untuk mengusir kepanikan yang maha dahsyat, pelan-pelan ia coba menenangkan diri dan berusaha meraba-raba segala kemungkinan dengan kepala dingin. Di dalam peti, ia menemukan zippo, handphone, senter, dan beberapa macam alat penerangan lainnya. Segala macam keperluan tersebut ternyata disiapkan oleh penculik Paul, kecuali mungkin sebotol kecil bir yang memang miliknya. 

Keperluan tersebut, terutama handphone, adalah dalam rangka memudahkan Paul untuk meminta tebusan uang kepada pemerintah Amerika Serikat. Dan dari sebuah telepon selular itulah, ia mengupayakan untuk menelpon berbagai pihak, dengan satu tujuan, yaitu bisa kembali pulang kerumah, dan memeluk anak dan istrinya erat-erat.


Hanya menggunakan satu tempat,  dengan satu aktor, menjadikan Buried menjadi suatu pertunjukan yang menampar-nampar dan menusuk-nusuk hati dengan ketegangan. Perlahan, kita disuguhi keadaan yang membuat kita bertanya-tanya. Setelah akhirnya bergulir dengan begitu mesranya, darah dari ujung kaki mulai naik ke kepala kita, dan di ending, kita menemukan kepala kita yang pecah berantakan.

Sutradara, Rodrigo Cortez, dan sang penulis, Chris Sparling, seperti begitu intim menganyam kerangka dahsyat, yang kemudian dieksekusi dengan sangat ksatria oleh Ryan Reynolds. Luar Binasa!


9,3/10

Let Me In



  

Let Me In, adalah film hollywood yang disutradarai oleh Matt Reeves di tahun 2010, yang diangkat dari novel karya John Ajvide Lindqvist yang berjudul Let The Right One In. Namun sesungguhnya, novel tersebut sudah berhasil diterjemahkan lebih dahulu ke layar lebar oleh Thomas Alfredson di tahun 2008, lewat Let The Right One In, sama dengan judul novel John.

Film ini mengisahkan tentang seorang anak lelaki berusia 12 tahun bernama Owen (Kodi Smit-McPhee) di daerah Los Alamos, New Mexico, Amerika Serikat pada tahun 1983, yang kehidupan sehari-harinya hampir selalu disapa kepedihan. Perkawinan kedua orang tuanya yang berada diujung tanduk, dan perlakuan bully teman-temannya di sekolah, membuat dirinya terus menerus akrab dengan kemurungan. Ia lebih memilih menghabiskan waktu sendirian bersama permen kesukaannya.


Setidaknya, ada sedikit kemilau yang sayup-sayup berhasil ia lihat, ketika daerah tempat tinggalnya disinggahi oleh Abby (Chloë Grace Moretz) anak perempuan yang seumuran dengannya, dan ayahnya (Richard Jenkins). 
Ketika disuatu awal percakapan, Abby sempat mengutarakan bahwa mereka berdua tidak bisa menjalani suatu hubungan pertemanan, toh akhirnya mereka menjalin hubungan itu lebih dari apa yang mereka bisa bayangkan.

Owen, yang bercerita tentang perlakuan kasar teman-temannya di sekolah, dan Abby, yang selalu mendorong Owen agar ia harus sanggup melawannya. Tak hanya mengeluarkan unek-unek, Owen sebenarnya juga merasakan bahwa Abby sedikit berbeda (atau banyak) dengan anak perempuan seusianya. 

Di saat Los Alamos sedang dihujam salju yang sungguh membekukan, Abby justru tak pernah menggunakan alas kaki. Ia juga tak pernah keluar saat siang hari. Beruntungnya, Owen tak terlalu memikirkan hal tersebut, karena ia lebih fokus menikmati hubungan bersama orang yang sanggup menyematkan senyum di wajahnya itu.

Kedatangan keluarga Abby ini, selain menyenangkan, juga menimbulkan pertanyaan. Daerah  di sekitaran tempat Owen tinggal, jadi sering dimeriahkan oleh aksi pembunuhan. Termasuk seorang detektif (Elias Koteas) yang jadi sering mengunjungi daerah mereka.




Selain saya penasaran dengan bagaimana film ini akan menawarkan, kehadiran Chloë Grace Moretz juga makin mempertegas rasa keingintahuan saya, bagaimana ia akan melanjutkan trend positif setelah sebelumnya cemerlang memerankan Hitgirl dalam Kick-Ass di film sebelumnya.
Saya tambah bahagia, ketika ternyata Kodi Smit-McPhee mampu melakukan aktingnya yang sungguh menenggelamkan.

Selamat Matt Reeves! anda selamat!


9,5/10

Minggu, 16 Januari 2011

Golden Globe Winners 2011




 

Best Supporting Actress in a Motion Picture

 
 
 

Best Actor in a Television Series, Comedy or Musical

 

Best Actress in a Television Series, Comedy or Musical

 
 
 

Best Foreign Language Film

 
 

Best Supporting Actress in a Series, Miniseries or Motion Picture Made for Television

 
 
 

Best Screenplay - Motion Picture

  
 
 

Best Actress in a Miniseries or Motion Picture Made for Television

 
 
 

Best Actor in a Miniseries or Motion Picture Made for Television

 
 

Best Actress in a Motion Picture, Comedy

 
 
 

Best Animated Feature Film