Kamis, 06 September 2012

Test Pack


 




Begitu segala kesibukkan pelan-pelan pamit dari keseharian, Rahmat dan Tata kerap langsung nyungsep ke ranjang, dalam rangka ikhtiar untuk mendapatkan anak. Apalagi ibunda Rahmat jarang absen menelpon, meski hanya sekadar menyuruh cuti untuk pulang ke Bandung, karena mengganggap udara di sana lebih mendukung tujuan mulia tersebut.

Namun di tahun ketujuh ini, mereka goyah.

Apa yang dilakukan pasangan muda tersebut, yang merasa bahwa tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk menghadirkan tangisan bayi dalam rumah tangga mereka? Mereka pergi ke dokter kandungan bernama Peni (Oon Project Pop), dan menganggukkan kepala ketika dokter menyarankan untuk dilakukan proses invitro, dengan menyuntikkan hormon ke tubuh Tata. Tentu saja mereka harap-harap cemas dengan proses ini, bukan karena rasa sakit atau kerepotannya, melainkan lebih karena harus berhadapan dengan gempuran psikologis jikalau proses ini pada akhirnya tak juga membuahkan hasil.

Di angkat dari novel best seller berjudul sama karya Ninit Yunita, film ini adalah refleksi yang baik untuk perenungan bagi remaja yang sedang dibakar asmara dan nantinya akan menikah, bagi suami istri, dan tentunya bagi keluarga.

Plot film ini juga tak terlalu kompleks. Rahmat (Reza Rahadian) dan Tata (Acha Septriasa), pasangan muda dengan kehidupan urban, harus sekuat tenaga menghadapi rong-rongan mental yang makin ke sini dirasa makin menjadi masalah. Di masa-masa rawan itu, hadir sosok perempuan bernama Shinta (Renata Kusmanto), seorang super model Indonesia yang mendunia, mantan pacar Rahmat.

Shinta yang baru cerai dengan Heru (Dwi Sasono)—karena tak mampu memberikan keturunanentah kena angin apa ujug-ujug ingat Rahmat. Pertemuan langsung Rahmat dengan Shinta ini pun juga tak disengaja dan atas nama perasaan senasib, mereka akhirnya kerap melakukan pertemuan diam-diam yang akhirnya diketahui Tata. “Saat saya sedang susah-susahnya nerima keadaan kamu, kamu di mana??” Hubungan sang pasangan muda berkehidupan urban menuju jurang.

Dihadirkan dengan dialog natural dan acap kali jenaka, film ini berkisah dengan fasih. Departemen akting pengisi film ini mesti diacungi jempol. Yang paling menyita perhatian tentu saja Reza Rahadian dan Acha Septriasa, di samping Uli Herdinansyah. Juga duet kocak Meriam Bellina dan Jaja Mihardja, serta si-selalu-tampil-brilian-Dwi Sasono. Dan jika memang diperlukan pembawaan yang tenang dan tak berlebihan, Renata Kusmanto juga tampil cukup meyakinkan.

Lewat film ini, banyak sisi kehidupan yang riil, penuh pembelajaran yang dapat dipetik, baik untuk kalangan yang sudah menikah maupun remaja yang nanti akan menikah. Test Pack menjadi penting posisinya, lantaran tema tentang pasangan suami istri dengan segala dinamikanya memang seakan luput dari teropong perfilman kita dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Diutarakan oleh Ninit Yunita, seringkali kita mencintai seseorang karena keadaan sesaat. Tidak pernah terpikir apa jadinya, kalau dia mendadak berubah—entah jadi jahat, jadi tidak pintar, atau jadi miskin. Will you still love them, then




 
4/5

Minggu, 25 Maret 2012

The Raid







Ketika truk pengangkut sepasukan elit itu melaju, Rama (Iko Uwais) bisa jadi terus memikirkan istri dan janin dalam perut istrinya. Rama dan yang lainnya ‘dipaksa’ tegang dalam suatu subuh yang tak ramah, lantaran misi mereka kali ini adalah menyergap sebuah gedung apartemen usang di daerah kumuh yang menjadi markas persembunyian Tama (Ray Sahetapy), penguasa wilayah, gembong besar, yang juga pembunuh berdarah dingin. Dia tinggal bersama dua begundal kepercayaannya, Andi (Donny Alamsyah) dan Mad Dog (Yayan Ruhian ).

Rencananya adalah menyerbu diam-diam. Tetapi dengan status penguasa wilayah, percuma bila seorang Tama tak tahu rencana penyerbuan diam-diam itu.

Selanjutnya apa yang terjadi ketika rencana klise itu telah diketahui, sementara pihak penyergap yang dipimpin oleh Sersan Jaka (Joe Taslim) telah meluncur ke dalam gedung? Tama memblokir semua pintu keluar dan mempersilakan semua penghuni—yang kebanyakan juga penjahat—yang ingin, ‘bersenang-senang’ melawan para pembela kebenaran tersebut.

Plot film ini sebenarnya sederhana. Sang inisiator penyerbuan, Letnan Wahyu (Pierre Gruno), sebetulnya punya ‘misi lain’ dalam penyergapan penjahat besar ini. Tetapi karena pengetahuan pasukannya yang terbatas, maka mudah saja bagi Letnan Wahyu untuk mengucapkan kalimat “kita sendirian di sini,” ketika Sersan Jaka memohon untuk didatangkan bala bantuan, di antara desingan peluru yang siap menembus kepala mereka kapan saja.

Atas nama film action, tentu tak sahih bila adegan pertempuran hanya melibatkan berondongan peluru yang hilir mudik. Pertarungan tangan kosonglah yang sejatinya ditunggu penonton, selain muncratan darah yang mengiprati seluruh lorong dan tembok apartemen.

The Raid merupakan film kedua produksi Merantau Films setelah Merantau (2009). Bedanya, The Raid amat sukses di kancah internasional, seperti terpilih menjadi The Best Film-Dublin Film Critics 2012, penghargaan Cadillac People's Choice Award di ajang Midnight Madness Toronto International Film Festival, dan bahkan The Raid akan dibuat ulang oleh Screen Gems (Resident Evil: Apocalypse, Underworld: Evolution, Underworld: Rise of The Lycans, Quarantine, Dear John & Priest) dengan Gareth Evans sebagai Eksekutif Produser.

Untuk urusan akting, yang paling menyita perhatian adalah Donny Alamsyah dan tentu saja, Ray Sahetapy. Iko Uwais yang merupakan pemeran utama di film ini, memang sejak dalam kemunculannya dalam Merantau boleh jadi dikatakan sebagai aktor laga yang patut diperhitungkan. Tetapi kemampuan aktingnya harus terus dipercantik, seperti pada artikulasi, penguasaan emosi, apalagi jika ingin terjun di dunia hollywood seperti harapan sang sutradara sendiri.

Walaupun The Raid merupakan film yang luar biasa, terdapat juga beberapa kejanggalan yang cukup mudah ditemukan di film ini. Itu lumrah. Dan barangkali, setelah kehebatan yang dilakukan Gareth Evans dan kawan-kawan menggarap film ini, detil-detil kecil itu akan jauh terkalahkan dengan rasa bangga, rasa legawa, karena bertambah lagi satu hal dari negeri ini yang bisa membuat kita menepuk-nepuk dada.










4/5