Jumat, 07 Februari 2014

Killers (2014)






Di salah satu lipatan kota Tokyo, terseliplah sebuah dunia muram milik Nomura (Kazuki Kitamura). Lama hidup sebatang kara, eksekutif tampan mandiri dan selalu tampil perlente itu memiliki masalah kejiwaan berat. Ia kerap membawa perempuan cantik ke rumah dan seperti biasa, ia akan menggetok kepala mereka dengan martil atau membelah tubuh mereka dengan kapak setelah sebelumnya saling terkam di ranjang. Prosesi tersebut ia dokumentasikan dan kemudian ia upload ke dunia maya.

Sementara nun jauh di Jakarta, Bayu (Oka Antara), seorang jurnalis ambisisus tengah goncang karier dan rumah tangganya lantaran obsesinya untuk mengungkap kasus seorang politisi bernama Dharma (Ray Sahetapy). Di tengah keruwetan itu, belakangan kita ketahui ia sering menonton video-video Nomura dan berkat sebuah malam yang sinting, akhirnya Bayu melakukan hal yang sama seperti Nomura. Tak dinyana, ternyata Nomura menyukai karya Bayu dan akhirnya mereka berinteraksi via internet.

Kolaborasi dua negara (Indonesia dan Jepang) ini adalah dalam rangka merayakan seratus tahun Nikkatsu Corporation, salah satu perusahaan film tertua di Jepang yang mencoba melaksanakan international collaboration production. Ide cerita asli datang dari Takuji Ushiyama yang kemudian diubah dan digodok oleh Timo. Kali ini Mo Brothers (Kimo Stamboel & Timo Tjahjanto) bercerita tentang kisah psikopat yang berbeda. Dibandingkan dengan film pendahulunya, Rumah Dara (Macabre) yang mendapatkan berbagai tanggapan positif dari banyak pihak, Killers adalah sebuah lompatan.

Sebuah diorama yang mungkin tak terlalu akrab dengan keseharian kita yang menyentak; bahwa manusia memiliki sisi gelap, samar, ataupun sunyi. Nomura adalah perwakilan mereka yang telah lama hidup dalam kesepian. Sedari kecil ditinggal orangtua dan—ini yang paling menyesakkannya—ditinggal kakak perempuan yang amat dicintainya hingga ia menyimpan jasad kakaknya itu di sebuah kamar khusus di rumahnya. “Kesepian akan menyebabkan luka dalam.” Sementara Bayu adalah perwakilan yang tengah hidup dalam pergolakan hebat.

Kedua pria ini adalah orang yang sama saja seperti orang lain: mempunyai masalah dan sisi lain dalam hidup. Eksplorasi kekerasan mindset adalah yang paling bersinar dari Killers. Pendekatan-pendekatan psikologis yang lebih mengerikan daripada rangkaian kucuran darah. Kita diajak menelusuri pikiran Nomura yang gelap, yang menganggap lebih baik penderitaan dihilangkan dengan kematian. Hubungan online, pencarian jawaban dan perjuangan keduanya untuk mengeksplor dan menggali rahasia sisi tergelap mereka adalah bagian yang amat menarik untuk diikuti. Jika Nomura adalah sesosok monster yang mencari jawaban apakah betul ia memang sosok seperti itu, Bayu adalah sosok yang berjuang agar ia tidak terjerembap pada sisi tergelapnya. Tetapi dalam kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan, ada getir yang terpaksa ditelan. Tak hanya meneror lewat pikiran, Mo Brothers juga menyisipkan humor gelap, seperti pada adegan pelacur yang digebuki di bagasi mobil dan adegan Bayu yang berimajinasi membantai keluarga mertuanya setelah dikompori Nomura untuk mencari korban selanjutnya.

Kazuki Kitamura menampilkan seni peran berkelas: bukan hanya sebagai pembunuh yang kenes, flamboyan, dan obsesif terhadap kepuasan membunuh, tetapi juga berhasil memancarkan aura bahwa ia punya masa lalu yang kelam. Oka Antara juga cukup berhasil sebagai orang yang terguncang sekaligus ambisius. Tak hanya naskah, pengarahan, dan tata produksinya yang rapi, scoring-nya pun berhasil memanjakan penonton agar bisa melahap film ini dengan nikmat.

Bagian akhir film adalah konfirmasi: manusia bisa konsisten sakit.


 








4/5


Rabu, 05 Februari 2014

Comic 8 (2014)





Syahdan di sebuah gang, terdapat tiga pemuda yang penat dengan recehan dan ingin merampok bank. Bank yang disasar adalah Bak INI (Indonesia-Netherland Incorporated). Bermodalkan gear dan pistol air yang airnya diisi dari rendaman kotor mangkuk bakso, berangkatlah Babe, Bintang, dan Fico memulai aksinya. “Biar nggak pingsan, kita ngerampok dikit aja.” Sesampainya di bank, tak dinyana datanglah kawanan perampok lain yang lebih professional dengan senjata-senjata sungguhan. Mereka adalah Ernest, Kemal, dan Arie. Suasana makin pelik setelah ternyata di sana ada pula dua orang aneh bin nyentrik, Mudy dan Mongol, yang juga menginginkan uang! Jadilah lewat proses tawar-menawar yang alot, mereka berdelapan akhirnya bahu-membahu melakukan aksi perampokan yang hasilnya nantinya akan dibagi rata.

Sementara gedung sudah dikepung oleh para polisi, dipimpin oleh AKP Bunga (Nirina Zubir) bersama Letnan Adrian (Boy William) yang terus nyerocos dengan bahasa Inggris itu. Negosiasi pun dilakukan agar tak ada sandera yang jadi korban. Tetapi kemudian kepolisian mencium kejanggalan pada perampokan ini karena ketiga kelompok perampok bertemu di satu tempat yang sama dengan niat yang sama. Segeralah mereka berusaha mengejar dan membongkar apa yang sebetulnya ada di balik perampokan ini.

Tentu saja dengan line-up pemain yang diisi oleh para stand-up comedian atau comic, film ini akan menghibur penontonnya lewat komedi khas berupa tuturan atau banyolan yang memang sering mereka bawakan di layar kaca. Tetapi lebih dari itu, Comic 8 juga menampilkan suguhan action yang tak main-main digarap. Spesial efek dan penggarapan adegan dilakukan dengan serius sekelas dengan film action yang sesungguhnya. 

Di luar kegilaan imajinasi Anggy Umbara dan Fajar Umbara sebagai sutradara dan penulis skenario, sebetulnya plotnya adalah plot yang sering kita lihat pada film-film action. Yang membedakannya adalah Anggy Umbara sengaja bermain di dunia hiperbolisme komedi. Dia sengaja memuntahkan berenteng-renteng peluru, perempuan-perempuan seksi (si lawas Kiki Fatmala dan penerusnya kini, Nikita Mirzani, yang penonton bisa lihat jelas payudaranya yang bergerak slow motion ketika ia mendentumkan senapannya), dan berbagai hal lain yang membuat kita tahu di mana hal-hal mustahil menjadi bagian kehidupan keseharian. 

Sayangnya, memang kerap kali terjadi pengulangan materi pada koridor komedinya—apalagi bagi yang sering melihat para comic ini tampil di televisi—ditambah lagi penceritaan yang kadang terasa dipaksakan. Turut pula dibintangi nama-nama seperti Indro Warkop, Candil, Pandji Pragiwaksono, Agung Hercules, Joe "P. Project", Ence Bagus, serta berbagai cameo dari Coboy Junior, Hengky Solaiman, Jeremy Teti, Agus Kuncoro, Laila Sari, Cak Lontong, dan Ge Pamungkas, usaha Anggy tentu patut diapresiasi dengan tata produksi yang apik dan Comic 8 tentu saja film Indonesia yang jauh lebih baik dari film-film horor/komedi esek-esek yang berserakan di tanah air.



3/5