Pada
sebuah hari yang tenang, tempat tinggal Galen Erso (Mads Mikkelsen) yang berada
di antara bukit-bukit hijau dan gurun yang menghitam, disambangi oleh Orson
Krennic (Ben Mendelsohn) bersama pasukannya. Galen yang ilmuan jenius itu
selama ini bersembunyi dan enggan bekerja untuk Galactic Empire. Tentu sebelum
Galen berbicara dengan Krennic, ia sudah menyuruh anaknya kabur dan bersembunyi—yang
kemudian diselamatkan Saw Gerrera (Forest Whitaker), salah satu pimpinan
pemberontak. Tak bisa mengelak, Galen dicokok dan terpaksa ikut—juga karena
punya agenda tersendiri—untuk membuat senjata maha dahsyat.
Bertahun-tahun
kemudian, Jyn Erso sang bocah kecil yang kini sudah dewasa itu dibawa Rebel
Alliance untuk melawan Galactic Empire. Rebel Alliance adalah kumpulan
pemberontak, yang juga mempunyai dewan pengambil keputusan, yang tak
henti-hentinya merong-rong kekaisaran dan akan mencuri rencana pengembangan
Death Star buatan Galen Erso—senjata pemusnah yang kekuatannya telah dilihat
dalam trilogi asli Star Wars—milik Galactic
Empire. Sayangnya senjata ini hampir rampung. Pilihan para pemberontak hanyalah
menemukan kelemahannya.
Rogue One
adalah spin off pertama dari Star Wars yang mempunyai campuran antara
hal yang sudah familiar dengan karakter-karakter yang belum pernah ada dalam Star Wars universe. Film ini ber-setting sebelum event dalam Episode IV
dimulai, seperti semacam pengisi sebelum episode
VIII yang tayang tahun depan. Disutradarai oleh Gareth Edwards, ditulis
oleh Chris Weitz dan dikarang dengan brilian oleh Gary Whitta dan John Knoll, Rogue One mempunyai suguhan sinematik
yang spektakuler. Terbantu oleh teknologi yang semakin maju, Edwards dan rekan
juga sanggup menciptakan sequences
perang dan kehancuran yang cukup berbeda dari yang pernah kita lihat pada dunia
Star Wars.
Ketika
diorama Star Wars banyak terkungkung
pada lingkaran klan Skywalker, Rogue One amat dan yang paling kuat menghamparkan
peperangan antara pemberontak dan kekaisaran dalam epos yang dahsyat serta
ihwal misinya, dan inilah yang membedakan Rogue
One dengan riwayat lain dalam Star
Wars universe. Pendekatan yang dilakukan Edwards perihal aksi, narasi, dan
visualnya yang berkembang inovatif yang sangat amat keren—ada beberapa adegan
yang mengingatkan pembaca Dragon Ball pada episode Freeza di Planet
Namec—membuat filmnya berjalan amat efektif dan mengalir lancar.
Jina
Jay patut diapresiasi sebagai casting
director—dan juga tentu para aktor—yang dapat mengumpulkan pemeran untuk
karakter-karakter Rogue One. Felicity
Jones menghidupkan karakter Jyn. Seperti Carie Fisher atau Daisy Ridley, dengan
tradisi lead perempuan Star Wars yang memiliki determinasi. Seorang
kriminal—kita lihat ia dipenjara sebelum akhirnya direbut Rebel
Alliance—pencari ayahnya, yang terus berharap. “We have hope. Rebellions are
built on hope!”. Diego Luna pun cemerlang sebagai Captain Cassian Andor,
andalan kelompok pemberontak yang banyak menjalankan misi-misi gelap dengan
masa lalu yang juga kelam. Mads Mikkelsen juga akhirnya tak disia-siakan
seperti dalam Doctor Strange. Donnie
Yen begitu bersinar membawakan karakter Chirrut Imwe, biarawan tunanetra jago
bela diri yang selalu merasa “The Force” bersamanya, dan Forrest Whitaker
sebagai Saw Gerrera, ekstrimis lelah penyimpan rahasia. Yang juga mencuri
perhatian yaitu Ben Mendelsohn yang menjadi Orson Krennic, yang merasa usaha
kerasnya selama ini kurang dihargai dan ingin kaisar tahu akan prestasinya.
Dalam Rogue One, sisi komedi
disampaikan oleh robot tinggi cerdas yang berbicara dengan nada sarkastis,
K-2SO, yang disuarakan Alan Tudyk.
Edwards dapat mencampurkan dengan baik antara hal-hal yang telah familiar dengan
pengetahuan baru dalam Star Wars universe
dan menyajikannya dengan penuh perhitungan serta berhasil membuat semua pemain untuk tampil prima.
Rogue One
adalah film fantasi yang benar-benar menghibur, yang akan sangat cocok untuk
penonton yang masih meraba-raba atau bahkan tak peduli dengan semesta Star Wars.
.
4/5