Sabtu, 30 Maret 2013

Tampan Tailor (2013)





Topan seperti melihat hari-hari ke depan bagai rangkaian keganasan.

Barangkali itulah yang ada dibenak Topan ketika sang istri harus diambil tuhan lantaran kanker. Kian pelik karena Tampan Tailor, usaha jahit kebanggaannya yang juga usaha satu-satunya itu, harus gulung tikar. Untungnya Topan (Vino G. Bastian) masih punya Bintang (Jefan Nathanio), anak semata-wayangnya yang baru berusia enam tahun, matahari yang terus memacu semangatnya. “Janjiku pada Tami cuma satu: masa depan Bintang tidak akan pernah hilang.”

Tak membutuhkan waktu lama bagi Topan untuk bertemu Darman (Ringgo Agus Rahman), sepupunya yang juga hidup blangsak dengan istri sarkastis dan anak yang berjibun. Topan numpang di rumah Darman dan sementara ikut gawe jadi calo kereta. Keseharian bersama sepupunya tersebut membuat Topan kerap bertemu dengan Prita (Marsha Timothy), seorang pemilik kios merangkap tempat penitipan anak dekat stasiun. Hal itu juga didukung sebuah kejadian ngawur dan seringnya Bintang melihat ikan di kios Prita. Mengetahui Topan memiliki keahlian menjahit, Prita merekomendasikan tempat kerja yang sesuai dengan kemampuannya. Seperti voorijder membelah jalan tol, dengan cepat dan tanpa hambatan Topan langsung diterima di tempat kerja barunya tersebut. Lalu kita melihat jalan terang: Topan tak lagi numpang dan sudah berani ngajak Prita makan.

Tentu saja tak hanya selesai di situ, karena kemudian mandor ngaco (Epy Kusnandar) di tempat kerjanya tiba-tiba mengucapkan, “Nanti siang lo nggak usah masuk lagi, Pan. Pak manajer nggak puas sama hasil jahitan lo.” Sementara perihal pembayaran sekolah Bintang juga tak menemukan titik cerah. Kembali terbayang jalanan Jakarta yang pengap dan kusut. “Setiap hari bagiku selalu sama. Tanpa kejutan.”

Kita mungkin akan langsung teringat pada Pursuit of Happynes (2006) yang diperankan Will Smith dan anak kandungnya itu. Plot tentang perjuangan ayah dan anak yang juga terus berjuang melewati jalan terjal dalam hidup. Diakui pula oleh sang eksekutif produser bahwa film tersebut menjadi sumber inspirasi lahirnya Tampan Tailor. Tetapi walaupun terkesan dengan formulaik serupa, sesungguhnya isi dari Tampan Tailor begitu berbeda.

Cerita perjuangan dan kegetiran orangtua-anak semacam ini akan sempurna dengan skenario yang rapi dengan dialog yang jujur dan chemistry antar setiap pemain. Vino dan Jefan mungkin sedikit mengalami kesulitan perihal chemisty tersebut dan hal itu wajar mengingat Jefan adalah pendatang baru sedangkan Vino memang belum pernah merasakan punya anak. Justru hubungan Topan dengan Darman dan Pritalah yang terlihat lebih cerah di film ini.

Bagaimana Vino tampil apik memerankan seseorang dengan aksen Jawa Tengah yang tahu diri, juga Ringgo dengan logat betawinya yang tahu dan peka terhadap atmosfer hidup Topan yang tengah anyir, membuat hubungan keduanya terasa begitu solid. Simpel saja karena mereka berhasil meyakinkan kita dengan dialog yang jujur dan pas, lagi kocak. Diperkuat pula dengan penampilan Lisye Herliman sebagai istri Darman yang tukang nyindir dan muka tembok, begitu sesuai dengan apa yang ada di benak kita. Pun Marsha Timothy sebagai Prita yang pada mulanya judes dan sikapnya yang menohok pada Topan. Tetapi kita semua tahu, lirikannya mengandung makna lain. Vino dan Marsha yang dalam kehidupan nyata memang sepasang suami-istri barangkali tidak terlalu membutuhkan upaya keras dalam pembangunan chemistry itu. Mungkin tak lama lagi kita akan melihat film romantis mereka berdua. Patut pula diapresiasi bahwa Vino G. Bastian juga memang betul-betul latihan menjahit bersama Harry Palmer, seorang pembuat jas terkemuka dan memang inspirasi film ini. Dua bulan ia habiskan untuk melatih keterampilan tersebut hingga ia kini bisa menjahit jas sendiri. Adalah nyata bahwa masih sulit bagi aktor lain untuk menggeser eksistensi Vino dalam dunia perfilman tanah air.

Tampan Tailor juga seperti menegaskan kelebihan Guntur Soeharjanto yang mengingatkan kita pada Otomatis Romantis (2008). Di film tersebut ia juga menampilakn sisi humanis dan membantu mengembangkan chemistry yang meyakinkan antara pemainnya seperti hubungan antara pegawai dengan atasan, dan orang-orang yang mengelilinginya. Oiya, penampilan Ringgo Agus Rahman di film ini adalah salah satu penampilannya yang terbaik. Ia juga sempat mengalami patah kaki betulan hingga tiga bulan lantaran melakoni salah satu adegan. Sementara Jefan Nathanio tampak memiliki potensi menjadi aktor handal nantinya.

Tema penceritaan film yang cukup jarang di Indonesia ini adalah alternatif segar. Jika saja hubungan chemistry antara ayah dan anak yang memang bagian fundamental sedikit diperdalam lagi, mungkin Tampan Tailor akan tampil lebih luar biasa. Walau begitu, Tampan Tailor adalah film yang dapat menyentuh segala lapisan masyarakat, yang layak disaksikan dan patut diacungi jempol.

  






3/5


4 komentar: